Artikel AL-TA’WIDH DALAM PERKARA EKONOMI SYARI’AH - Dalih Effendy
AL-TA’WIDH DALAM PERKARA EKONOMI SYARI’AH
(Dalam Perkara Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi).[1]
Oleh Dr. Drs. H. Dalih Effendy, S.H, M.ESy.[2]
- I. PENDAHULUAN
Tiga tahun terakhir ini perkara ekonomi syariah yang diterima Pengadilan Tinggi Agama Jakarta mengalami penurunan, pada tahun 2022 sebanyak 13 perkara, tahun 2023 sebanyak 11 perkara, pada tahun 2024 sebanyak 9 perkara, dan tahun 2025 pengadilan tingkat banding ini sampai bulan Februari 2025 menerima 5 perkara.[3] Kebanyakan perkara ekonomi syari’ah itu berkutat di sekitar perbuatan melawan hukum dan wanprestasi yang didasari pada akad syari’ah, selain itu obyeknya pembatalan akad dan hak tanggungan syari’ah dan lain sebagainya.
Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dan Wanprestasi ujung-ujungnya adalah tuntutan ganti rugi (al-ta’widh) yang jadi gugatan pokoknya. Karena itu, Penulis akan mencoba untuk menjelaskan mengenai tuntutan ganti rugi (ta’widh) yang diatur dalam hukum Islam, bagaiman pula Fatwa DSN MUI mengaturnya, dan dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), serta bagaimana Hakim memutus perkara ekonomi syari’ah berkaitan dengan tuntutan ganti rugi, baik dalam gugatan perbuatan melawan hukum maupun Wanprestasi yang ditangani Pengadilan Agama.
- II.PENGERTIAN AL-TA’WIDH
Gugatan ganti rugi atau ta’widh adalah gugatan yang diajukan untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dialami dalam suatu perjanjian atau perbuatan melawan hukum. Perjanjian dimaksud adalah perjanjian (akad) berdasarkan prinsif prinsif syariah, apabila seseorang cidera janji atau perbuatannya melawan hukum yang tidak sesuai atau bertentangan dengan akad yang telah diperjanjikannya sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka ia harus mengganti kerugian baik materiil ataupun immateril.
Ada perbedaan yang mendasar antara orang yang melakukan wanprestasi dengan melakukan perbuatan melawan hukum. Seseorang dianggap wanpretasi apabila melanggar perjanjian yang telah disepakati dengan pihak lain. Tidak ada wanprestasi tanpa perjanjian sebelumnya. Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan bahwa gugatan wanprestasi harus didasarkan pada perjanjian atau perikatan, yang berarti bahwa timbulnya hak menuntut pada prinsipnya membutuhkan somasi. Dalam Yurisfrudensi Nomor 186K/Sip/1959 tanggal 1 Juni 1959 yang kaidah hukumnya menyatakan : “Suatu pihak dalam perjanjian baru dapat digugat di muka hakim dengan alasan tidak memenuhi janji, apabila siberwajib dengan cara tulisan dinyatakan alpa“[4] Di sisi lain Pasal 1365 KUHPerdata menyatakan bahwa perbuatan melanggar hukum (undang-undang) menimbulkan kerugian kepada orang lain dan hak tanpa somasi. Kedua pasal tersebut membedakan gugatan wanprestasi dari gugatan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu saat menyusun gugatan harus memperhatikan persyaratan gugatan yaitu syarat formil dan syarat materil sesuai dengan Pasal 8 nomor 3 Rv, agar gugatan dapat diterima antara petitum dan posita. Menurut Keputusan MA Nomor 1875/K/Pdt./1984 dan Nomor 879/K/Pdt./1997 menggabungkan gugatan wanprestasi dan PMH adalah pelanggaran terhadap tata tertib beracara di Pengadilan, namun perkembangan hukum terakhir bisa saja menggabungkan PMH dan Wanprestasi asal jelas menjabarkannya dalam posita dan petitum. Adanya perjanjian antara penggugat dan tergugat harus menjadi dasar gugatan warprestasi, karena gugatan wanprestasi lahir dari perjanjian sedangkan perbuatan melawan hukum lahir dari undang-undang, terlepas dari unsur unsurnya, sanksi PMH tidak diatur dalam undang-undang, sedangkan wanprestasi sanksinya adalah ganti rugi.[5] Syarat-syarat untuk mengajukan gugatan atas perbuatan melawan hukum adalah (1). adanya perbuatan melawan hukum, (2). adanya kesalahan, (3). adanya kerugian yang terjadi dan (4). adanya hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian. Adapun syarat terpenuhinya wanprestasi atau ingkar janji adalah (a). Tidak melakukan apa yang disanggupkan untuk dilakukannya, (b). Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikan, (c). Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat, atau (d). Melakukan sesuatu menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.[6] Pasal 1243 hingga Pasal 1252 KUHPerdata, memberikan dasar hukum yang lengkap tentang ganti rugi dalam kasus kegagalan atau kegagalan untuk memenuhi kewajiban kontraktual.[7]
Dalam situasi force majeure, (keadaan memaksa), Pasal 1245 KUHPerdata memberkan pengecualian dalam kasus ini, dibetur tidak dapat dipaksa untuk membayar ganti rugi jika wanprestasi terjadi karena keadaan diluar kendalinya. Pasal 1246 dan 1247 KUHPerdata mengatur elemen ganti rugi, yaitu biaya, kerugian, dan bunga, serta tata cara menghitung bunga. Hanya saja perlu dicatat bahwa hukum ekonomi syari’ah tidak mengenal bunga dan sejenisnya, jika ada tuntutan ganti rugi berkaitan dengan bunga ditolak. Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup kerugian metriil karena wanprestasi, kerugian karena perbuatan melawan hukum juga mencakup kerugian immateriil, yang juga akan dinilai secara finansial.[8]
- III.DASAR HUKUM AL-TA’WIDH
- Pasal 1356 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa setiap orang berhak menuntut rugi atas suatu perbuatan melawan hukum yang merugikannya.
- Perma Nomor 2 Tahun 2008, tentang KHES, Pasal 20 ayat 37 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah dinyatakan bahwa ganti rugi (ta’widh) adalah penggantian atas kerugian riil yang dibayarkan oleh pihak yang melakukan wanprestasi.
- Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi (ta’widh) dan Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-MUI/VII/2009 tentang Biaya Riil Sebagai Ta’widh Akibat Wanprestasi.
- Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 1;
Artinya : “Hai Orang orang yang beriman tunaikanlah akad-akad itu..........“
- Hadits Nabi Muhammad SAW Riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas :
Artinya : “Tidak boleh membahayakan/merugikan orang lain dan tidak boleh pula membalas bahaya (kerugian) dengan perbuatan yang merugikannya
- IV.AL-TA’WIDH DALAM FATWA DSN – MUI
Ada dua Fatwa DSN- MUI yang berkaitan dengan ta’widh, yaitu Fatwa Nomor 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ta’widh. Dan Fatwa Nomor 129/DSN-MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil Sebagai Ta’widh Akibat Wanprestasi. Fatwa Dewan Syariah Nasional tahun 2004 ini berisi tentang ketentuan umum :
- Ganti rugi (ta’widh) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau karena kelalain melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain.
- Kerugian yang dapat dikenakan ta’widh sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas.
- Kerugian riil sebagaimana dimaksud ayat 2 adalah biaya biaya riil yang dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yang seharusnya dibayarkan.
- Besar ganti rugi adalah sesuai dengan nilai kerugian riil yang pasti dialami dalam transaksi tersebut bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi.
- Ganti rugi hanya boleh dikenakan pada akad yang menimbulkan utang piutang seperti salam, Istisna, murabahah, dan ijarah.
- Dalam akad mudharabah dan musyarakah ganti rugi hanya boleh dikenakan oleh shohibul mal atau salah satu pihak dalam musyarakah apabila bagian keuntungannya sudah jelas tetapi tidak dibayarkan.
Adapun ketentuan khusus yaitu :
- Ganti rugi yang diterima dalam transaksi LKS dapat diakui sebagai hak (pendapatan) bagi pihak yang menerimanya.
- Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan tata cara pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak.
- Besarnya ganti rugi ini tiak boleh dicantumkan dalam akad.
- Pihak yang wanpestasi bertanggung jawab atas biaya perkara dan biaya lainnya yang timbul akibat proses penyelesaian perkara.
Sedangkang dalam Fatwa Nomor 129 tahun 2019 menegaskan kembali apa yang sudah diatur sebelumnya hanya menegaskan tentang :
- Ganti rugi (ta’widh) adalah sejumlah uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang dibebankan kepada seseorang atau badan karena melakukan wanprestasi.
- Biaya Riil adalah biaya biaya langsung yang nyata dikeluarkan akibat wanprestasi.
- Wanprestasi atau cidera janji adalah melakukan sesuatu yang tidak boleh /tidak semestinya dilakukan, tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan, atau menyalahi apa yang telah disepakati.
- V.AL-TA’WIDH DALAM KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH (KHES)
Dalam Perma Nomor 2 Tahun 2008, tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) memuat tentang Ta’widh hanya dalam satu pasal, yaitu pada Buku II tentang Akad, di Bab I ketentuan umum, yaitu Pasal 20 ayat 37 yang menyatakan bahwa ta’widh/ganti rugi adalah penggantian atas kerugan riil yang dibayarkan oleh pihak yang melakukan wanprestasi. KHES dalam masalah ini terbatas pada wanprestasi tidak pada perbuatan melawan hukum. Prof. Amran Suadi, menyatakan hal ini kemungkinan dikarenakan dalam peraturan KHES belum mencakup permasalahan PMH dalam hukum Islam dan baru mengakomodasi permasalahan ingkar janji Pasal 36 KHES[9].
Dalam Pasal 38 KHES seseorang yang telah melakukan wanprestasi dapat dijatuhi sanksi yaitu berupa pembayaran ganti rugi, pembatalan akad, peralihan resiko, denda dan atau pembayaran biaya perkara. Karena nya Bagian Keempat, dalam KHES itu diberi Judul “Ingkar Janji dan Sanksinya“ yang berisi 4 pasal. Jadi tidak ada satu pasal pun di dalam KHES yang menyebut Perbuatan Melawan Hukum.
- VI.AL-TA’WIDH DALAM PERKARA EKONOMI SYARIAH KASUS PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) DAN KASUS INGKAR JANJI (Wanprestasi)
- Tuntutan Ganti Rugi dalam Kasus Perbuatan Melawan Hukum.
Dalam surat gugatan Penggugat mengajukan tuntutan yang dalam petitumnya berisi :
- Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
- Menyatakan sebagai hukum bahwa Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang menimbulkan kerugian terhadap Penggugat;
- 3)Menghukum Tergugat untuk mengembalikan dana yang sudah disetorkan kepada Tergugat sebesar Rp. 78.469.140,-
- 4)Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian immateriil Penggugat sebesar Rp 291.039.000,-;
- Menghukum Tergugat dengan uang paksa (Dwangsom) sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) setiap hari keterlambatan apabila Tergugat lalai melaksanakan Putusan dalam perkara ini;
- Menyatakan Putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu walaupun ada Verzet, Banding, maupun Kasasi (Uit Voerbaar Bij Voorraad);
Oleh Pengadilan Tingkat Pertama dikabulkan sebagian, khususnya tuntutan ganti rugi yaitu dengan mengabulkan tuntutan meteriil dan menolak tuntutan immateriil dengan alasan selama persidangan Penggugat tidak mengajukan bukti apapun tentang kebenaran kerugian immateriil tersebut dan Juga berdasarkan Fatwa Nomor 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi,dinyatakan, bahwa akad antara pengelola dengan pemegang Polis adalah wakalah bil Ujrah yang obyeknya diantaranya adalah pembayaran klaim. Oleh karena itu Tergugat (Pengelola Asuransi) sebagai wakil (penerima kuasa) dari Penggugat (Pemegang Polis) sebagai muwakkil (pemberi kuasa) tidak dibebani untuk menanggung atas kerugian immateriil. “…..dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa gugatan kerugian immateriil Penggugat harus dinyatakan ditolak.” (Putusan No. 738/Pdt.G/2024/PAJS), yang amar selengkapnya perkara tersebut adalah sebagai berikut :
Dalam Pokok Perkara
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk Sebagian;
- Menyatakan sah Polis Asuransi jiwa dengan nama produk “Provisa Platinum Syariah” dengan No. Polis 29495196 yang berlaku sejak tanggal 27 April 2013 adalah milik Penggugat;
- Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang menimbulkan kerugian terhadap Penggugat;
- 4.Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian materiil Penggugat seluruhnya sejumlah (tujuh puluh delapan juta empat ratus enam puluh sembilan ribu seratus empat puluh rupiah);
- Menolak gugatan Penggugat untuk selainnya;
- Membebankan biaya perkara kepada Tergugat sejumlahRp 540.000,00 (lima ratus empat puluh ribu.
Pada Tingkta Banding Perkara Ekonomi Syari’ah yang berkatan dengan Perbuatan Melawan Hukum yaitu Perkara No. 128/Pdt.G/2024/PTAJK. dibatalkan dan dengan mengadili sendiri, yaitu gugatan immateriil dikabulkan sebagian dengan pertimbangan bahwa bukti P-1, berupa Lembar Brosur Provisa Platinum Syariah dan bukti T-6 berupa dokumen illustrasi, terbukti bahwa nilai pertumbuhan mencapai tingkat sebesar lebih dari Rp289.963.000,- dan pada saat masa invenstasi tersebut tidak ada fakta perekonomian Indonesia mengalami gejolak yang merugikan semua bentuk investasi serta pembatalan polis yang telah jatuh tempo tercantum nilai sejumlah Rp289.963.000,- ....maka dengan demikian beralasan hukum untuk memerintahkan Pembanding (Tergugat) untuk membayar tuntutan kerugian immateriil (manfaat jatuh tempo investasi) yang diajukan Terbanding (Penggugat), dan dengan mengadili sendiri :
Dalam Pokok Perkara
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian
- Menyatakan Penggugat dengan Tergugat telah terikat dalam akad asuransi syariah dengan nama produk „Provisa Platinum Syari’ah“ nomor Polis 29495196.
- Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian terhadap Penggugat.
- 4.Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat kerugian berupa :
- 4.1.Kerugian materiil sejumlah sejumlah Rp78.469.140,- (tujuh puluh delapan juta empat ratus enam puluh sembilan ribu seratus empat puluh rupiah).
- 4.2.Kerugian immatriil (manfaat jatuh tempo investasi) sejumlah Rp40.331.000,- (empat puluh juta tiga ratus tiga puluh satu ribu rupiah).
- Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.
- Membebankan biaya perkara kepada Tergugat sejumlah Rp540.000,- (lima ratus empat puluh ribu rupiah).
- Tuntutan Ganti Rugi dalam Perkara Wanprestasi.
Dalam Perkara Ekonomi Syari’ah mengenai Wanprestasi, Penggugat di dalam gugatannya mengajukan tuntutan dengan petitum, sebagai berikut :
- Menerima dan mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
- Menyatakan bahwa Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah yang tertuang dalam Polis Nomor: 14095074 (PRUlink Syariah Generasi Baru) adalah sah dan mengikat menurut hukum;
- Menyatakan Tergugat telah cidera janji (wanprestasi) untuk melaksanakan kewajiban sesuai yang tercantum dalam Polis;
- Menghukum Tergugat untuk membayar Santunan Asuransi akibat meninggal dunia berdasarkan Polis Nomor: 14095074 (PRUlink Syariah Generasi Baru) dengan jumlah uang Santunan Asuransi sebesar Rp. 840.000.000,00 (delapan ratus empat puluh juta rupiah);
- Menghukum Tergugat untuk membayar bunga uang bunga sebesar 1% per bulan x Rp. 840.000.000,00 x banyaknya bulan terhitung sejak Penggugat mengajukan klaim kepada Tergugat sampai dengan Tergugat melaksanakan kewajibannya secara keseluruhan;
- Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian immateriil Penggugat setara dengan Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
- Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakan atas harta kekayaan Tergugat baik bergerak maupun tidak bergerak berupa:
- Seluruh barang bergerak dan tidak bergerak berupa asset milik Perusahaan PT Prudential Life Assurance;
- Tanah dan Bangunan berikut isinya yang terletak di Prudential Tower, Jalan Jend. Sudirman Kav. 79, Kelurahan Setiabudi, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta;
- Menghukum Tergugat dengan uang paksa (Dwangsom) sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap hari keterlambatan apabila Tergugat lalai melaksanakan Putusan dalam perkara ini;
- Menyatakan Putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu walaupun ada Verzet, Banding, maupun Kasasi (Uitvoerbaar Bij Voorraad);
- Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara;
Oleh Pengadilan Tingkat Pertama, dikabulkan sebagian, terutama gugatan Materiil, dengan pertimbangan Tergugat terbukti melakukan wanprestasi dengan tidak membayarkan klaim asuransi sesuai yang diperjanjikannya, yaitu susuai tuntutan ganti rugi materiil yaitu kekurangan pembayaran klaim asuransi setelah dikoreksi yaitu Rp181.500.000,- dengan amar sebagai berikut :
Dalam Pokok Perkara
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan bahwa Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah yang tertuang dalam Polis Nomor 14095074 (PRUlink Syariah Generasi Baru) adalah sah dan mengikat menurut hukum;
- Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Ingkar Janji (wanprestasi) karena membatalkan seluruh klaim Penggugat dan Membatalkan Polis Nomor 14095074 (PRUlink Syariah Generasi Baru) secara sepihak setelah sempurna berlaku kemudian berakhir karena meninggalnya tertanggung;
- 4.Menghukum Tergugat untuk membayar sisa kerugian materiil (membayar klaim) Penggugat setelah dikoreksi berjumlah Rp181.500.000,00 (seratus delapan puluh satu juta lima ratus ribu rupiah);
- Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;
- Membebankan kepada Tergugat untuk membayar biaya perkara ini sejumlah Rp370.000,00 (tiga ratus tujuh puluh ribu rupiah);
Dan oleh Pengadilan Tingkat Banding dibatalkan, dengan mengabulkan gugatan materiil juga setelah dikoreksi sejumlah Rp23.100.000, karena susuai perjanjian, nasabah yang sudah membayar premi paling lama 1 tahun, dibayarkan 20% dari yang diperjanjikan dikurangi dana yang telah diterima, dengan mengadili sendiri, dengan amar lengkapnya sebagai berikut :
Dalam Pokok Perkara
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan bahwa Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah yang tertuang dalam Polis Nomor 14095074 (PRUlink Syariah Generasi Baru) adalah sah dan mengikat;
- Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Ingkar Janji (wanprestasi);
- 4.Menghukum Tergugat untuk membayar sisa klaim asuransi kematian kepada Penggugat setelah dikoreksi berjumlah Rp23.100.000,00 (dua puluh tiga juta seratus ribu rupiah);
- Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;
- Membebankan kepada Tergugat untuk membayar biaya perkara ini pada tingkat pertama sejumlah Rp370.000,00 (tiga ratus tujuh puluh ribu rupiah);
- VII.PENUTUP
Dari uraian mengenai al-ta’widh dalam perkara ekonomi syari’ah tersebut di atas, dapat disimpulkan :
- Ganti rugi (ta‘widh) adalah penggantian atas kerugian riil berupa sejumlah uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang harus dibayarkan oleh pihak yang melakukan wanprestasi.
- Ta’widh ada yang bersifat materiil dan pula yang bersifat immateriil. Ganti rugi karena wanprestasi hanya mengenal kerugian materiil.
- Kerugian materiil (al dharar al maddi) adalah kerugian yang menimpa harta benda seseorang baik biaya yang dikeluarkan dan kerugian yang menimpa harta kreditur. Sedangkan kerugian immateriil (dharar ma’nawiy) adalah kerugian yang tidak dapat dihitung secara finansial, sulit diukur dan bersifat psikhologis.
- Seseorang dianggap melakukan wanprestasi jika melanggar perjanjian (akad syari‘ah) yang telah diperjanjikannya, sedangkan seseorang dianggap melakukan perbuatan melawan hukum apabila akad yang diperjanjikan bertentangan dengan hukum Islam.
- Ta’widh yang bersifat materiil bisa dijatuhkan pada orang yang melakukan wanprestasi sedang orang yang melakukan perbuatan melawan hukum bisa dituntut materiil dan immateriil.
- Biaya perkara dan biaya biaya lainnya yang timbul akibat proses penyelesaian perkara termasuk ta’widh materiil.
- 7.Ta’widh bunga dan Ta’widh immateriil tidak dapat diprediksi dan bukan kerugian riil tidak dikenal dalam ekonomi syari’ah, karena prinsif hukum ekonomi syari’ah tidak ada unsur bunga (riba).
- Perbuatan melawan hukum (PMH) yang berkaitan dengan sengketa ekonomi syari’ah antara lain terjadinya akad mudharabah fasid, terjadi akad wadi’ah (trusstee defository) penerima titipan tidak amanah dan akad-akad yang dilakukan melanggar asas asas ekonomi syari’ah.
- Unsur-unsur seseorang dianggap Ingkar Janji (Wanprestasi) adalah :
1). Tidak melakukan apa yang disanggupkan untuk dilakukannya;
2). Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
3). Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat;
4). Melakukan sesuatu menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
- Unsur-unsur seseorang melakukan perbuatan melalawan hukum (PMH) adalah:
1). Adanya perbuatan melanggar hukum;
2). Adanya kesalahan;
3). Adanya kerugian yang terjadi;
4). Adanya hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian.
- Somasi (peringatan) diperlukan bagi seseorang yang dianggap ingkar janji (wanprestasi) baik secara tertulis atau lisan, lebih dari satu kali biasanya tiga kali peringatan. Somasi bisa juga sudah diperjanjikan dalam suatu perjanjian (akad). Sedangkan dalam perbuatan melawan hukum tidak diperlukan adanya somasi.(Def)
[1] Disampaikan dalam Forum Diskusi Coffee Morning, Hakim Tinggi PTA JAKARTA, Maret 2025.
[2] Penulis adalah Hakim Tinggi PTA. Jakarta,
[3] Web Site PTA. Jakarta, Informasi Perkara dan Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Tingkat Banding.
[4] Boris Tampulon, SH. Artikel Somasi suatu kewajiban sebelum digugat di Pengadilan. 2022.
[5] Maralutan Siregar, Pemisahan gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dalam persfektif hukum materiil dan penerapannya di Pengadilan, Locus Jurnal of ALR Nomor 6, (2023), h 3.
[6] Amri Panahan, et al, Pembatalan Perjanjian Jual Beli Tanah oleh Penjual Karena Pembeli Wanprestasi, Jurnal USM lawa review 6 Nomor 3, (2023)
[7] Op.Cit., h 4.
[8] Syaiful Bahri, Ganti Rugi Terhadap Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi, Jurnal USM Lawa Review Vol 7, No. 2 Tahun 2024.
[9] Prof. Amran Suadi, Wanprestasi dan PMH dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah, Prenada, Cet I, 2020, h.79.